Selasa, 12 Oktober 2010

Dia dan Gitar Lamaku (Part III)

Hidupku memang berantakan. tapi pikiranku tak seberantakan itu. Aku celingukan mencari keberadaan Kimo. aku tidak marah padanya. mungkin emaknya atau adiknya sedang kesulitan. jadi ia terpaksa melakukan perbuatan tadi. sungguh anak yang malang.


Kimo terlihat pasrah ketika aku menemukannya. aku hanya tersenyum. "sudah kau jual gitar itu, mo?" yang terdengar hanya sahutan bang jipang, "sudah ke gue nih. duitnya gue kasihin loe langsung aje ye!" bang jipang menyodori aku sejumlah uang. aku menggeleng. "bang, ane nggak jadi jual. maaf ya bang." raut wajah bang jipang mengerut. lalu beralih menghardik si Kimo. "ah pasti ini akal akalan lo ya mo! kasihan tuh mas kiki, gitar satu satunye malah lo sabet. dasar kriminil cilik!" aku menghela. resiko kimo. aku tidak bisa membelanya karena itu adalah kenyataan yang sebenarnya. dunia memang terkadang tidak adil.


"mo, lu butuh duit berapa sih? buat apa lagi pake kayak ginian? ngomong kan bisa."
"tapi bang, ini ...."
"mendesak?" jiwaku trenyuh melihat muka kimo yang memelas.
"gini lo bang...."
akhirnya kimo menceritakan asal mula ia ingin menjual gitarku. ternyata dia ingin membayari biaya puskemas untuk kesehatan ibunya sehabis melahirkan. pendarahan yang hebat telah mendera ibunya beberapa hari ini. aku terdiam. "lu punya askes nggak mo?"
"askes itu apa sih bang? mahal nggak sih?"
aku meringis. anak jaman sekarang apalagi tipe kimo memang belum berfikir panjang. sampai kapan generasi penerus di Indonesia seperti ini? batinku.


--------------......---------------



andai saja aku masih kuliah. andai saja kesempatan masih ada. yah takdir pasti mengantar kepada hal yang seharusnya. cukup kusyukuri itu.




Ditengah kemelut pikiranku menjadi satu, aku memilih untuk pulang ke bilikku. kubawa buku pemberian Agni. kubuka lembarannya satu persatu. karya yang sangat menusuk. mendalam. bahasa yang berat. tapi cukup bisa dimengerti. kebanyakan bertopik tentang kecewa. penyesalan akan waktu. dan Generasi Indonesia. aku salut padanya. Tidak salah penilaianku yang pertama saat mataku melihat Agni menolong nenek yang akan menjadi korban pencopetan. tangannya sigap menahan pelaku. beruntung aku ada disebelahnya. dan pencopet itu sendiri adalah kawan cilikku yang kemarin kehilangan ibu kandung kesayangannya. Kimo.


-Bersambung-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar