Senin, 11 Oktober 2010

Dia dan Gitar Lamaku (Part II)

Kubuka buku itu dengan seksama. Judulnya terlihat berat dan sendu. "Menggapai Bintang tak semudah mengedipkan mata." aku menghela. kumpulan karya sastra dari seorang gadis yang belum kukenal tetapi terasa dekat karena aku mengangguminya. mungkin bisa dibilang "menyukainya". Andaikan gadis itu masih bersamaku di dalam bus ini, aku akan lebih aktif mengajaknya mengobrol. karena hal itu adalah kesempatan satu kali dalam seribu pertemuan di terminal.
Aku membuka lembaran terakhirnya yang bertuliskan, "Every second I breath you saw all about me. " dadaku berdegup. mataku kembali melihat nama pengarang yang tercetak jelas di cover depan. Agni Divawidyasari. Gadis berambut burgundy yang tidak segan naik bus walaupun aku tahu dia pasti bisa naik kendaraan selain bis.
Aku menoleh ketika namaku disebut. keras. "Edoooo!" mataku mencari. Gitarku masih disebelahku. tenang dan diam. "Ada Apa?" sahutku acuh. ternyata Kimo temanku, salah satu pengamen jalanan di daerah terminal. "Lo tau nggak? cewek yang sering lo liatin, ketabrak coy!"
Shock. Yang jelas aku kaget. "Masa sih mo?" wajah kimo masih tetap tegang. aku langsung berlari setelah menanyakan tempat kejadian. gitarku kutitipkan pada kimo. tapi kenyataannya, tidak ada kecelakaan satu pun di daerah Sukasari. Ada Apa ini ?
Sekembalinya aku ke tempat kimo dan gitarku, keduanya tidak ada di tempat. Bahuku ditepuk seseorang, "Gitar lo, kok dijual sama ane sih?" ternyata Faisol. "Nggak gue jual, si Kimo tuh!Gila tuh anak, tu gitar kesayangan gue!" Faisol menggumam. "Lu juga sih tahu si Kimo itu kriminil, percaya aje." aku menghentakkan kaki. "Ane kira, dia nggak akan temen makan temen." Faisol malah tertawa.


-Bersambung-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar