Kamis, 25 Februari 2010

SYUKUR

Akupun melangkah pasti menyusuri petak petak sawah yang becek karena tadi malam terkena air hujan. Merah membaranya warna topiku menutupi sinar matahari yang terkenal garang dan bisa merusak kulitku. Aku bergegas , berlari ke sekolah.

“ teeing … teeing “ bel sekolah ku berdentang. Guruku bu narti seakan tahu aku terlambat. Ia tersenyum dan mengajak ku masuk ke kelas. “ jangan terlambat lagi ya?” guruku itu sangat baik. Aku mengangguk sambil tersenyum .

Rina , seorang anak yang baik. Dia sedang membersihkan kursiku yang terkena debu. Aku tersenyum. Ia berjalan terseok seok sambil menyeret kakinya. Bisa aku lihat dia pasti meringis menahan sakit. Tapi ia tetap semangat untuk belajar. Aku duduk dan mendengarkan apa yang dikatakan bu narti. Aku lihat lagi bu narti sedang menulis sesuatu pada badu. Ia Nampak kesulitan. Aku beranjak dan menepuk pundak badu. Dan mulailah tanganku mengusyaratkan kepada badu untuk mengerjakan pekerjaannya. Badu, dia seorang anak yang menjadi tulang punggung keluarga , dia menjadi kuli panggul untuk menafkahi ibunya yang cacat. Serta adik adiknya yang masih kecil. Ayahnya sudah meninggalkannya semenjak ibunya diketahui mempunyai kelainan. Aku mengusap keningku dan kembali ke tempat dudukku. Bu narti terlihat senang dan melanjutkan tulisannya di papan yang kotor. Dia berkali kali membersihkan roknya dan memandangi anak anak. Aku sudah selesai dengan pekerjaanku. aku kembali duduk tenang dan menyalin. terdengar pintu kayu rapuh itu diketuk, ya Ratri gadis mungil itu diantar oleh ibunya seorang pencuci baju keliling . ibunya terlihat letih tapi sorot matanya memperlihatkan rasa sayangnya yang amat sangat pada ratri yang memiliki kelainan psikologis, dulunya dia normal tapi semenjak ia melihat penyiksaan ayahnya kepada ibunya dan kepadanya, ia muai shock dan frustasi. aku masih saja tersenyum melihat ibunya, dan bu narti menyambut mereka dengan senyum merekah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar